Original post by SWA Online Magazine
Satu lagi startup inovatif lahir. Kali ini bukan di bidang e-commerce atau fintech, melainkan di bisnis pelatihan pengembang, Hacktiv8. Perusahaan ini memosisikan diri sebagai pusat pelatihan pemrograman intensif di Indonesia. Yang unik, perusahaan ini menjamin setiap peserta yang lulus akan mendapatkan pekerjaan dalam waktu 120 hari dengan penghasilan minimum Rp 10 juta. Jika tidak, seluruh biaya pelatihan akan dikembalikan.
Anda boleh berpikir mereka nekat. Nyatanya, 80 perusahaan teknologi, antara lain Go-Jek, MatahariMall.com, Tokopedia, Emtek, Midtrans, Veritrans, BukaLapak, Loket.com, Qlue, dan Kudo (Grab), telah siap menampung lulusannya.
“Hacktiv8 kami bangun sebagai respons terhadap kurangnya supply developer-berkualitas. Kebutuhan tidak sebanding dengan ketersediaan SDM. Kami melihat lulusan computer science universitas lokal butuh pelatihan khusus untuk siap masuk dunia kerja,” ungkap Ronald Ishak, pendiri & CEO Hacktiv8 (PT Hacktivate Teknologi Indonesia). Sebab itu, perusahaannya menyediakan program immersive bootcamp sejak 2016. Hingga saat ini, sudah lebih dari 100 pemrogram/pengembang yang diluluskan.
Pengajaran di Hacktiv8 memakan waktu 12 minggu, terdiri dari 20% teori dan 80% praktik. “Kurikulum Hacktiv8 tidak membatasi latar belakang pengetahuan seseorang. Untuk kepesertaan, terbuka bagi siapa pun yang memiliki passion pemrograman. Kurikulum kami memungkinkan bagi yang tidak ada latar belakang TI sekalipun,” kata Ronald menegaskan.
Selama ini profil murid berasal dari rentang umur 18-40 tahun, beberapa di antaranya baru lulus SMA/SMK/universitas. Namun, ada pula individu yang memutuskan untuk beralih karier. “Ada pula individu yang masuk, dengan tujuan, setelah lulus, mereka dapat membangun produk sendiri,” ujar Ronald. “Para lulusan dipastikan memiliki kapabilitas untuk membuat aplikasi utuh dalam lima hari,” lanjut pria yang juga salah satu pendiri RMKB Ventures itu.
Untuk bisa menjamin lulusan bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang diharapkan, kurikulum yang dibuat sudah ditelaah oleh hiring partners (perusahaan pencari SDM); kurikulumnya telah diset sehingga menjadi jawaban atas kebutuhan industri. Namun, Hacktiv8 juga menetapkan standar minimum nilai yang harus dicapai murid. Selama 12 minggu para instruktur memberikan bimbingan agar murid mencapai standar nilai minimum tersebut.
Tentu, peserta ditarik biaya pendidikan. Tidak terlalu besar, Rp 40 juta sampai lulus. Nah, untuk memudahkan murid, kini Hacktiv8 bekerjasama dengan beberapa perusahaan pembiayaan untuk membantu pendanaan peserta. Bahkan, juga sudah menyediakan program pinjaman/cicilan sehingga memungkinkan untuk memulai cicilan pembayaran setelah lulus. Yang menarik, Hacktiv8 memberikan potongan khusus bagi wanita yang tertarik untuk memulai karier di bidang pemrograman.“Belajar di Hacktiv8, mengajarkan saya kedisplinan, kemandirian, dan keinginan untuk mengeksplor teknologi baru di bidang app dan web developer. Ilmunya sangat berguna. Untuk teknologi pemrograman yang saya dapat, titik beratnya pada Javascript Node.js dan React.js. Keduanya mencakup front-end dan back-end skills,“ ungkap Fadly Kayo, alumni yang kini sudah bekerja sebagai pemrogram di software house Rebelworks.
Di sisi lain, bagi perusahaan pencari SDM (hiring partner), Ronald juga berusaha membangun transparansi. Antara lain, dengan memberikan laporan hasil belajar lulusan kepada mereka sehingga mengetahui level kualitas setiap lulusan. “Kami mengutamakan transparansi. Di Indonesia, kami adalah coding bootcamp pertama yang menyajikan statistik hasil belajar murid,” katanya. Data itu dapat diakses melalui outcomes report di https://hacktiv8.com/outcomes/.
Yang pasti, meski lembaganya kini berkembang pesat –sudah meluluskan lebih dari 100 pengembang dan dipercaya lebih dari 80 perusahaan pencari pemrogram– Ronald belum berencana menjadikannya sebagai institusi pendidikan diploma. “Kurikulum kami mengadopsi dunia kerja dan tentunya dibutuhkan fleksibilitas. Dengan tetap menjadi coding bootcamp (institusi nonformal), memungkinkan bagi kami untuk terus melakukan penyesuaian, berkembang, dan menghasilkan lulusan yang dapat beradaptasi cepat dengan dunia kerja,” Ronald memberikan alasan. Dia berpinsip, pada akhirnya portofolio proyek yang sukses dikerjakan lebih penting daripada sebuah sertifikat karena apa yang dikerjakan membuktikan kemampuan seseorang.(*)
Reportase: Jeihan Kahfi Barlian/Riset: Armiadi M.