Bukan hanya tentang cara mengemas produk dengan cara yang berbeda, kreativitas juga berarti memperhatikan “isi” produk. Kemampuan kamu dalam menganalisis masalah dan menemukan solusi yang dapat diaplikasikan dan diterima oleh masyarakat, tentunya termasuk salah satu bentuk kreativitas.
Kehadiran teknologi juga membuat kreativitas hadir dalam bentuk yang lebih bervariasi. Salah satu contohnya adalah banyaknya startup teknologi yang menawarkan berbagai solusi untuk memecahkan masalah masyarakat sehari-hari. Misalnya, layanan transportasi on-demand untuk menyelesaikan masalah transportasi umum, hingga startup fintech yang dapat memberikan layanan keuangan bagi masyarakat yang tidak terjamah layanan perbankan (unbanked).
Jika kamu ingin membangun startup, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Kami telah merangkum beberapa insight menarik dari para perwakilan venture capital (VC) dalam Roadshow WMM. Acara yang berlangsung di Bandung pada Senin, 10 Oktober lalu ini mengangkat tema “Creativity through Technology”.
Jangan cuma cari tren, tapi cari “prospek”
Mengetahui apa yang sedang menjadi tren dapat menjadi salah satu cara untuk mencari peluang di ranah teknologi. Biasanya, dari tren akan muncul berbagai ide kreatif yang dapat dimodifikasi menjadi sesuatu yang unik.
Kamu bisa melihat tren melalui internet dan media sosial. Pantau trending topic di Twitter, perbincangan di linimasa Facebook, atau kata kunci yang paling banyak dicari di Google melalui Google Trends.
Tapi perlu diingat, angka-angka tersebut hanya menunjukkan seberapa besar ketertarikan orang terhadap suatu hal. Namun, belum tentu tren tersebut dapat menghasilkan uang.
“Kita jangan cuma cari tren saja, tapi cari prospek. Dan prospek tersebut bisa kita hitung dengan angka,” pesan William Eka dari Skystar Ventures.
Jadi, bagaimana mengetahui apakah sebuah tren itu memiliki prospek atau tidak? Menurut William, langkah pertama yang perlu kamu lakukan adalah mengetahui market size atau seberapa besar volume pasar yang dapat kamu masuki.
“Misalnya, kamu ingin memasuki bisnis printing. Kita tahu printing itu sekarang mulai turun karena orang-orang beralih pada media online. Tapi turunnya seberapa banyak? Kita perlu tahu itu. Lakukan riset, berapa banyak orang yang membaca, berapa banyak pengeluaran mereka, lalu kalikan sekian persen, dari sana kalian dapat membuat proyeksi market size yang lebih tepat. Kalau market size besar, berarti kamu bisa mengeksekusi tren tersebut sebagai prospek,” jelas William.
Cari “sparing partner”
Carilah teman yang bisa kamu ajak berdiskusi tentang ide dan tren terkini. Carilah orang-orang dengan ketertarikan yang sama atau mentor yang ahli di bidang yang ingin kamu tekuni. Dengan begitu, kamu bisa memperkaya insight dan melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
Soal mencari sparing partner ini, ada poin menarik yang disampaikan oleh Steven Koesno dari Kejora Ventures, “Kalau kita berpikir sendirian, terkadang kita pikir sebuah ide atau tren itu bagus dan dapat bekerja. Tapi, saat kita membicarakan hal tersebut dengan orang lain, ternyata mereka berpikir kalau ide itu tidak bagus. Jadi, dengan mencari sparing partner, kamu dapat melakukan validasi atas sebuah ide.”
Bahkan, Steven sendiri mengaku sering mengajak William untuk olahraga bersama, supaya dia memiliki teman untuk bertukar pikiran seputar tren terkini.
Jangan ragu untuk banyak bertanya dan mencari mentor. Kamu akan terkejut dengan berbagai sudut pandang yang dapat memvalidasi ide yang kamu miliki. Bahkan, kamu bisa terinspirasi untuk menciptakan hal-hal kreatif yang mungkin belum pernah terpikir sebelumnya.
Apa kabar Indonesia?
Bagi kamu yang ingin memulai dari pasar Indonesia, ada sejumlah “keunikan” perilaku pasar di Indonesia. Ini bisa jadi cukup tricky saat kamu ingin memasarkan sebuah produk.
“Indonesia itu memiliki pasar yang besar, jumlah penduduknya banyak, tapi monetisasi masih sulit”, ujar William.
Hal tersebut ternyata cukup menyulitkan startup teknologi untuk mendapatkan pemasukan. Salah satu penyebabnya adalah terbatasnya sistem pembayaran yang dapat menjangkau masyarakat unbanked.
Selain keterbatasan pada sistem pembayaran, kesiapan pasar juga menjadi tantangan lain yang perlu dihadapi oleh startup. Tidak sedikit startup yang ingin mencoba meniru ide bisnis yang sukses di luar negeri untuk diaplikasikan di Indonesia. Tapi, yang perlu kamu perhatikan adalah waktu dan respons pasar terhadap hal tersebut.
Menurut Clairine Runtung, Investment Associate dari Convergence Ventures, meniru ide yang sudah ada itu sah-sah saja. Ini bergantung pada permasalahan apa yang ingin kamu selesaikan dan apakah ide bisnis tersebut bisa disesuaikan dengan “selera lokal” supaya dapat diterima dengan baik.
Dalam hal ini, Clairine mencontohkan GO-JEK yang model bisnisnya mirip dengan Uber. Akan tetapi, mobil yang seringkali terjebak macet di Indonesia diganti dengan ojek supaya lebih sesuai dengan kebutuhan orang Indonesia.
Platform yang mana?
Jika kamu ingin memulai bisnis di ranah teknologi, mungkin kamu sering bertanya-tanya: platform mana yang harus digunakan? Apakah mengembangkan aplikasi mobile atau web dulu?
Eddi Danusaputro, CEO Mandiri Capital Indonesia (MCI) membagikan perspektifnya dari industri perbankan. Menurutnya, aplikasi mobile akan menjadi suatu kebutuhan di masa depan.
“Bahkan bank sekarang bisa digantikan posisinya oleh startup. Karena orang tidak perlu bank, tapi lebih perlu produk perbankan. Aktivitas perbankan pun sekarang banyak dilakukan melalui perangkat mobile. Dari perspektif bank dan VC yang dimiliki oleh bank, masa depan ada di mobile banking dan digital banking. Di mana orang tidak perlu lagi setor, ambil uang secara offline”
Sementara itu menurut Steven, platform apa pun yang dipakai, sebaiknya sesuai dengan model bisnis startup, resource, dan kemampuan startup itu sendiri. Kuncinya adalah efisiensi dan kecepatan pemasaran produk. Pilihlah platform yang dapat ditangani oleh tim yang sudah ada, dengan harga yang masuk akal tapi tidak murahan.
“Tidak semua bisnis ditakdirkan untuk jadi a billion dollar company. Menjadi a million dollar company yang menguntungkan juga tidak apa-apa. Sama halnya tidak semua harus berawal dari aplikasi, yang penting mobile friendly. Perlu diingat juga, rata-rata satu orang hanya mengunduh 15 aplikasi di smartphone karena keterbatasan kapasitas smartphone.”
Mengolah ide dan kreativitas lalu mewujudkannya dalam sebuah karya nyata dengan memanfaatkan teknologi memang akan menghadapi banyak tantangan. Akan tetapi, dengan kemauan belajar dan kemampuan melihat sekitar dengan cara yang berbeda, kamu pasti bisa menghadapi tantangan tersebut.
Kalau kamu ingin belajar lebih banyak lagi seputar startup, tren yang sedang berkembang, dan strategi-strategi lainnya yang perlu kamu siapkan, perkaya insight kamu dengan banyak membaca dan mengunjungi acara-acara seminar yang mengangkat topik yang ingin kamu pelajari.
Artikel orisinil oleh Tech In Asia
Oleh Prahariezka Arfienda Satrianti